Notification texts go here Contact Us Buy Now!

under header

Postingan

Arwah Google

Adit Bro

 

ARWAH 



Setelah berganti pakaian di bilik kamar mandi, Adelia keluar hanya mengenakan lingerie. Ia berdiri bertopang siku ke tembok sambil menatap nakal ke arah lelaki paruh baya yang rebahan di atas kasur king size.


"Ke mari, Sayang," ujar lelaki paruh baya dengan perut buncit dan rambut yang sebagian memutih menelan saliva berulangkali melihat setiap jengkal tubuh Adelia.


"Bagaimana penampilanku Om Feri?" tanya Adelia sembari tersenyum genit.


Tak sabar menanti, lelaki itu bangkit berdiri kemudian meraih tubuh molek sang gadis dan merengkuhnya di bawah tubuhnya.


Ruangan yang cukup luas tersebut bergema oleh desahan dan erangan dua manusia tanpa busana itu.


"Kamu adalah wanita terbaik dan paling nikmat," puji Feri.


"Benarkah? Lalu bagaimana dengan istrimu?" Adelia berbisik.


"Dia sudah tua dan tak enak, kalau bukan karena anak-anak, sudah aku ceraikan." Feri menyahut.


Adelia merasa senang, ia semakin semangat melayani lelaki tua itu berkali-kali, hingga kali keempat, pinggulnya tak bisa bergerak.


"Ada apa?" tanya Feri sambil mengerutkan dahi.


"Kemaluanku sakit, Om," lirih Adelia.


Feri hendak mencabut barang miliknya, tetapi tak bisa. Dia pun mencoba kedua dan ketiga tetap gagal. Hingga mencoba berulangkali pun tetap saja gagal.


Suasana yang semula penuh dengan nafsu berahi dan asrama berubah tegang. Wajah kedua pasangan kekasih itu memerah.


"Panas, Om, bagian intimku, panas." Adelia berkata lirih.


"Kemaluanku juga sakit." Feri berbisik. "Bagaimana ini?"


Keduanya bertahan satu jam dengan panas yang menyiksa bagian intim hingga Feri berusaha mengambil gagang telepon.


"Mau ngapain, Om?" tanya Adelia khawatir.


"Menghubungi karyawan hotel, meminta bantuan, apalagi. Kamu mau mati seperti ini?"


Adelia menepis gagang telepon. "Aku malu, jangan, bagaimana jika mereka tahu kita berzina dan berujung di rumah sakit," lirihnya.


"Kamu mau mati dalam keadaan seperti ini?!" Feri mulai emosi.


"Lebih baik mati daripada malu!"


Mendengar teriakan Adelia Feri mendorong perempuan itu sekuat tenaga yang menyebabkan dirinya dan wanita itu memekik tertahan merasakan sakit di bagian intim.


Setelah bertahan berjam-jam dan tak kuat menahan siksaan, akhirnya Feri meraih ponsel dalam saku jas kemudian terpaksa menghubungi sang istri dan Adelia tak lagi melarang.


"Ada apa, Mas?" tanya suara lembut dari seberang.


"Tolong aku, Amanda. Aku berada di hotel ****, tolong aku." Feri berkata lirih menahan sakit.


Sambungan terputus dan 30 menit kemudian Amanda tiba di hotel seorang diri langsung terkejut melihat keadaan suaminya.


"Tolong aku Amanda, maafkan aku," lirih Feri.


Amanda bergeming, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Matanya berkaca-kaca merasakan gejolak emosi dalam dada. Haruskah ia menolong suami yang sedang berbuat zina di hadapannya. Telanjang bulat di bawah perempuan yang dizinahinya.


"Amanda, tolong ...." Feri berkata lagi membuyarkan lamunan Amanda.


"Kau ...." Amanda menjeda ucapan, tubuhnya sampai gemetaran. "Lebih baik mati seperti itu."


"Amanda, bagaimanapun aku adalah ayah dari anak-anak kita."


"Lalu, jika aku sampai menolongmu, media akan tahu kau mengkhianati perkawinan kita." Amanda menyahut. Suaminya merupakan pengacara terkenal dan rumah tangganya dikenal sebagai keluarga ideal dan harmonis di dunia maya dan nyata. "Jangan sampai ada mata yang melihat selain aku."


"Amanda tolong ...."


Amanda menghela napas lalu membalikkan badan menyentuh dadanya sendiri yang sesak.


"Aku menghujanimu dengan materi yang melimpah, setidaknya ingat kebaikanku itu, Amanda."


Amanda meraih ponsel dari tas branded lalu menghubungi nomor telepon seseorang dan meminta orang itu untuk datang ke lokasi secepatnya. Tak butuh menunggu lama seorang perempuan yang membawa peti hitam tiba.


"Ratna, tolong jangan sampai orang lain tahu, saya akan membayarmu empat kali lipat." Amanda berkata pada perempuan yang tiada lain dokter pribadinya.


"Baik, Nyonya."


Perempuan muda dengan rambut dikuncir asal dan jaket hoodie itu menaruh peti di atas nakas lalu membukanya. Kentara sekali saat berangkat ia terburu-buru memenuhi panggilan sang majikan.


Peti itu berisi peralatan medis darurat, ia menusukkan dua jarum infus ke punggung tangan dua pasiennya kemudian menaruh cairan infus di atas nakas dan menghela napas berusaha tenang dan fokus.


"Pak, Mbak, tolong rileks, ya, jangan tegang, agar mudah dilepaskan," ujarnya sambil tersenyum. "Tahan sakitnya dan rileks."


Feri dan Adelia berusaha tenang, menarik napas berulangkali mengikuti instruksi Ratna.


"Pikirkan yang baik-baik saja, pikirkan hal-hal yang menyenangkan saja." Ratna memegang jarum suntik yang telah siap. Setelah melihat dua pasiennya terlihat tenang ia pun menyuntikan jarum ke panggul pasien perempuan. Ketika tak berhasil dilepas kemaluannya, ia sedikit was-was kemudian menyuntik pasien lelaki dan tetap tak bisa.


Ratna membalikkan badan menghadap Amanda kemudian menggeleng.


Amanda langsung memegang kepalanya sendiri dan terduduk lunglai. Mengetahui fakta suaminya berzina saja dunianya sudah runtuh apalagi mesti menghadapi hinaan netizen jika sampai kelakuan suaminya tersebut terekspos media. Anak satu-satunya tak akan lepas dari hinaan netizen dan Amanda merasa hancur membayangkannya.


"Duniaku sudah hancur," lirihnya. "Bawa saja mereka berdua ke IGD dan jangan sampai media tahu, kalaupun berita ini sampai bocor, sudahlah." Ia berkata pasrah.


Karena sudah tersiksa berjam-jam, Feri dan Adelia tak menolak. Ambulance datang tak lama berselang, tubuh keduanya ditutupi kain saat digotong petugas dan Amanda mengikuti di belakang.


Orang-orang mulai melirik ke arah Amanda dan pasien yang dimasukkan ke dalam mobil. Bergegas ia masuk sebelum ada yang memotret dirinya.


Mobil pasien itu melaju dengan cepat meninggalkan halaman hotel, di dalam mobil, Amanda termenung melihat ke arah dua manusia yang kesakitan ditangani perawat.


"Sakit, Om, sakit." Adelia merintih.


"Saya juga sakit!" Feri memekik. "Kamu jangan bergerak terus!"


"Vaginaku sakit, Om!"


"Bukan hanya kamu yang sakit!" Feri semakin emosi.


Antara geli, hancur, kasian marah dan sakit hati Amanda melihat pertengkaran mereka berdua. Mungkin sebelumnya suaminya dan perempuan itu manusia yang paling bahagia di dunia sebelum kejadian ini.


Semakin lama, rasa sakit yang dirasakan Adelia kian menyiksa, ia mencengkram kuat-kuat bahu Feri dan lelaki itu balik menepis tangannya berulangkali.


Jika tadi keduanya mengerang oleh nafsu berahi sekarang gerangan itu berasal dari rasa sakit yang luar biasa.


Adelia terkulai lemas di atas tubuh Feri dan ketika nadinya diperiksa oleh petugas tak berdenyut lagi. Feri yang menyadarinya menjadi semakin panik.


"Kapan tibanya, Pak?" tanya Amanda sambil melirik keluar. Jalanan setelah isya waktu itu sangat macet.


"Banyak kendaraan yang saling mendahului, Bu," sahut si petugas yang terlihat gelisah sambil terus memastikan Feri masih bernapas.


Namun, setibanya di UGD, feri mengembuskan napas terakhirnya. Entah Amanda mesti menangis atau bahagia, suami yang selama ini terlihat selalu lembut di hadapannya rupanya menikam diam-diam.


Dua jenazah itu masuk ruang operasi, karena alat kelamin keduanya tak bisa dipisahkan dengan berbagai cara apapun, akhirnya terpaksa dokter memotongnya.


Tak ada yang mengetahui dari mana Adelia berasal, rupanya nama aslinya merupakan Sutinah. Tercatat sebagai seorang Mahasiswi di perguruan tinggi. Terpaksa Amanda melakukan upacara pemakaman untuk suaminya dan perempuan itu.


Seminggu berlalu setelah kejadian itu. Suatu malam, Amanda terbangun dari tidurnya karena mendengar sebuah suara memanggil namanya berulangkali.


Ia pun bergegas bangun dengan jantung berdegup kencang lalu menyingkap tirai. Betapa terkejutnya ia saat melihat Feri yang terbalut kain kafan berdiri di halaman belakang menatap sendu ke arahnya.


"Amanda, tolong aku ...."


Amanda membuka kelopak mata dan terkejut dan melihat langit-langit yang gelap. Bergegas ia bangun dan memeriksa halaman belakang, tak ada siapapun, rupanya hanya mimpi.


Ia pun kembali ke tempat tidur dengan tubuh yang terasa lemas dan tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh dalam ruangannya.


Perempuan itu membalikkan badan perlahan lalu melotot saat melihat sosok putih itu berdiri di sudut kamarnya. Wajahnya pucat pasi, dengan mulut berlumuran darah ia berkata,  "Amanda, tolong aku ...."


_______


Lanjut gak?

Posting Komentar

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.