Google di rumah

Table of Contents

MAKAM DI RUMAH NENEK



Kuamati kunci di tanganku, kunci apa ini?

Setelah tinggal agak lama di rumah ini, aku tau bahwa tidak ada lemari atau pintu yang terkunci.

Aku yakin Pakde dan saudara - saudaraku yang lain pasti sudah menggeledah rumah ini untuk mencari barang berharga peninggalan Nenek.


Apa ada ruang rahasia di rumah ini? Seperti yang sering kutonton di film - film? 

Iseng aku menggeser beberapa lemari dan rak di rumah Nenek. Tapi nihil, yang ada aku malah kelelahan.


Lalu aku teringat ucapan Pak Andi dan segera menelpon Ibu.


"Assalammualaikum Bagas"


"Ibu lagi ngapain?" 


"Oohh, baru selesai masak, kamu sudah makan?"


"Nanti Bu, oh ya Bu, ada yang mau kutanyakan?"


"Tanya apa?"


"Bu, dulu apa sebenarnya alasan Nenek membenci Ibu, sehingga Ayah sering bertengkar dengan Nenek?"


Hening di seberang sana, lama Ibu terdiam, lalu kembali terdengar suara Ibu seraya terisak.


"Sebenarnya Nenek tidak pernah membenci Ibu sayang...

Nenek hanya berpura-pura, agar Ayahmu mau meninggalkan desa, dan berjuang sendiri, tidak hanya hidup dengan bergantung pada Nenek. Maafkan Nenekmu, dia tidak pernah bermaksud membuang kita, kau sendiri taukan, bahkan Nenek mewariskan rumah itu untukmu"


"Mengapa Ibu tidak pernah cerita? bahkan aku kira Ibu benar-benar marah karena tidak menerima warisan sepeserpun" hatiku terasa diremas-remas, aku pernah begitu marah pada Nenek.


"Maafkan Ibu, semua ini demi kebaikan kita, Ibu sungguh tak pernah mengharapkan apa-apa dari Nenekmu..

Oh ya... kau sudah menemukan harta karunmu?"


"Harta karun apa? Apa maksud Ibu?"

Tanyaku heran.

Eh ibu malah tertawa di seberang sana.


"Kau tahu, Nenekmu itu suka bercanda, kau ingat dia pernah memberimu hadiah, tapi kau harus berusaha mencarinya dulu, dia menguburkan robot mainan di bawah pohon mangga, hahaha..."


Aku tersenyum, kembali teringat saat itu.


"Ya sudah Bu, kumatikan dulu telponnya, aku mau berburu harta karun dulu"


Masih kudengar suara tawa Ibu saat kumatikan HPku.

.

.

.

.

.

Hari ini kuputuskan untuk bersih - bersih, ada yang bilang rumah yang kotor itu sarangnya setan.

Kumulai dengan menyapu seluruh lantai, lalu melap beberapa perabot dengan lap basah.

Untung saja selama ini aku tidak dididik untuk manja, pekerjaan seperti ini sudah biasa aku lakukan, apalagi saat dulu perekonomian keluarga belum membaik, apapun yg bisa kukerjakan pasti aku lakukan untuk meringankan pekerjaan Ibu.


Saat tiba di rak buku, aku melihat jejeran Al Quran dan beberapa buku yasin yang tampak berdebu, kuraih satu dan kulap dengan perlahan saat tiba - tiba jatuhlah sehelai kertas yang terlipat.

Iseng kubuka dan kubaca.


( Bagas, apa kabarmu sayang? Saat kau membaca tulisan ini, Nenek yakin Nenek sudah tidak ada lagi di sini.

Maafkan Nenek... selama ini kau mungkin membenci Nenek. Tapi suatu saat kau akan mengerti apa maksud Nenek melakukan ini semua.

Seperti yang kau tau, Nenek mewariskan rumah ini untukmu, karena Nenek tau dulu kau suka sekali menggambar, Nenek yakin, rumah ini akan menjadi tempat ternyaman untukmu.


Oh iya Bagas, Nenek minta tolong sesuatu. Nenek ingin sekali memberikan Ibumu sebuah cincin, tapi sayang sekali, sepertinya cincin itu terlepas saat menguburkan kucing Nenek.

Tolong kau ambil dan berikan pada Ibumu. )


Tak sadar air mataku menetes.

Nenek....aku sudah memafkanmu, justru aku yang minta maaf karena sudah begitu lama tidak menemui Nenek.


Kulipat kembali kertas itu.

Kuingat - ingat lagi wasiat Nenek, kuburan kucing? Dimana aku bisa menemukan kuburan kucing di tempat seluas ini.

Ternyata benar, Nenek sangat menyayangi Ibu, bahkan dia ingin memberikan sebuah cincin untuk Ibu.


Eh, tunggu dulu...apa cincin itu yang di maksud Ibu sebagai harta karun?

Lalu aku teringat kata-kata Pak Andi.


"Nenekmu menguburkan kucing kesayangannya di sini"


Ya, di kebun belakang. Gegas aku mengambil sekop si gudang dan mulai menggali, agak geli juga sih, aku membayangkan tulang kerangka kucing yang akan kutemui nanti.

Saat itulah mata sekopku terasa membentur sesuatu. Segera kuselesaikan penggalian dengan tangan agar lebih cepat.


Aku terkejut mendapati kotak yang lumayan besar, masih terbungkus dengan beberapa lapis plastik.

Nenek ini ada - ada saja. Masak ngubur kucing pake kotak segala, dibungkus plastik pula, ya gimana mau hancur itu jasad kucingnya.


Aku agak ragu untuk membukanya, aku masih membayangkan kucing yang terbujur dan belum sepenuhnya hancur.

Ah tapi ini wasiat terakhir Nenek. Perlahan kuangkat kotak itu, ya ampun berat amat...bener deh ini pasti kucing Nenek masih utuh, iiiihhh...aku bergidik.


Di bawah pohon yang rindang perlahan kubuka lapisan demi lapisan plastiknya dan ternyata kotak itu malah di gembok segala, aduh Nenek....masak peti kayak gini digembok sih. Kugaruk - garuk kepalaku yang tidak gatal, gimana ini buka gemboknya.

Posting Komentar