Di undang Google

Table of Contents

DIUNDANG KE PERNIKAHAN ORANG MATI




Terimakasih sudah mengikuti cerita ini, mohon maaf jika tida bisa membalas komen satu persatu, untuk yang tanya link, bisa mampir ke profil penulis. Bab selanjutnya untuk cerita ini bisa dibaca di JOYLADA dan KBMAPP dengan judul UNDANGAN GAIB (sudah bab 17) karena bab 11 dan seterusnya hanya diupload di aplikasi. Terimakasih dan mohon maaf, salam sayang buat pembaca sekalian. 

(Perjalanan Bayu semakin menantang, keanehan Bayu rasakan ketika semua penduduk desa seolah menyembunyikan keberadaan tentang Rahayu, dan seolah mencurigainya. Namun rahasia itu akan segera terbongkar berkat bantuan seseorang. Puaskan rasa penasaran kamu dengan mengunjungi Bayu langsung di KBMAPP atau JOYLADA.) 


#CERBUNG

#HOROR


Bab 10. Bukan manusia


Pemandangan di depanku benar-benar membuatku merinding. Kamar yang kutinggalkan dalam keadaan rapi, kini tempat tidurnya benar-benar berantakan seolah ada yang baru saja menempati. 


Kebiasaan ibu sejak dulu, setiap aku pergi, ibu selalu membereskan dan membersihkan kamarku. Namun jika aku ada dirumah, kebersihan kamar sepenuhnya menjadi tanggung jawabku. 


Lalu siapa yang membuat kamarku menjadi begitu berantakan seperti ini? Siapa yang pulang lima hari yang lalu dan menyerupai aku? 


"Kamu ini kenapa to Bayu, kok diam didepan kamar seperti itu? Kok tumben kamu lima hari ini anteng? Makan tidur makan tidur tok. Kamu lagi nggak ada kerjaan? Atau lagi ada masalah?"

Ibu mengagetkanku, yang masih berdiri terpaku didepan kamar dengan menyaksikan pemandangan aneh yang membuatku terheran-heran. 


Bicara soal pekerjaan, aku baru ingat bahwa seminggu sudah berlalu, dan besok aku memang mengisi acara di kota sebelah. Lelahku belum terobati, penasaran ku belum terjawab, namun ibu sudah mengingatkanku pada kenyataan bahwa aku harus kembali bekerja. 


"Enggak bu, hmm... Bayu lagi capek saja, besok ada kerjaan lagi kok, ngisi acara di kota sebelah."


"Capek ngapain, wong lima hati cuma tidur makan tidur makan kok capek."

Ibu ngomel sambil terus berjalan menuju dapur. 


Seandainya ibu tahu bahwa selama lima hari ini ibu telah satu rumah dengan makhluk lain yang menyerupai anaknya. Tapi ibu tidak perlu tahu itu. 


Ada yang aneh saat aku masuk dan memeriksa kamarku. Aku menemukan banyak sekali bulu-bulu berwarna hitam yang rontok dimana-mana. 


Aku mengatakan bulu karena ini berupa rambut pendek yang jumlahnya sangat banyak, terutama di tempat tidur. Aku mengumpulkannya dan membuang bulu-bulu itu yang jumlahnya dua kepal besar. 


Hal ini membuatku teringat akan pesan pak Rudy. 


"Kamu harus secepatnya mengembalikan barang ini ke tempatnya mas, atau kalau tidak, dampaknya bukan hanya kamu yang merasakan, tapi juga orang-orang disekitar kamu. Kalau kamu kuat kamu akan selamat, tapi kalau tidak, hidupmu tidak akan tenang selamanya. Akan ada korban untuk menggantikan  apa yang kamu dapatkan."


Aku termenung memikirkan kata-kata itu. Aku masih trauma dengan apa yang aku alami, bagaiman mungkin aku bisa kembali ke tempat itu untuk mengembalikan barang yang tidak aku minta? 


Aku mulai menepis rasa takut dan penasaranku, sebab aku harus memulihkan tenaga untuk kembali beraktivitas esok hari. Aku mulai membersihkan kamarku, dan menyapu bersih bulu-bulu itu. 


Aku juga menyemprot seluruh ruangan dengan pengharum banyak-banyak, sebab aroma kamarku benar-benar seperti keringat orang yang sudah berhari-hari tidak mandi, aku juga tidak tahu dari mana asal aroma itu. 


Aku merebahkan diri dan langsung terlelap dalam tidurku. Namun, belum lama aku terlelap, dadaku terasa begitu sesak, badanku juga terasa sakit, berat sekali. Seolah ada beban berat yang menindih ku. Aku tidak bisa bergerak, apalagi bangun. 


Dengan susah payah ku buka mataku, aku melihat diatasku ada sosok berbadan besar dengan bulu yang memenuhi tubuhnya. Matanya berwarna merah menyala melotot kearah ku. 


"Mbalek!"

(Kembali!) 


Suara itu begitu menggelegar seolah mampu menjebolkan gendang telingaku. 


Makhluk itu seolah marah, entah kesalahan apa yang sudah ku perbuat. 


"Mbalek! Tutokno lakumu!"

(Kembali! Teruskan tujuanmu!) 


Aku tidak bisa bergerak. Ingin sekali aku berteriak untuk meminta bantuan ibu, sayangnya mulutku tidak bisa untuk ku buka sedikitpun. Aku berusaha meronta untuk membebaskan diri dari sosok hitam besar itu, namun sia-sia. Tenaganya terlalu besar dan kuat. 


"Astaghfirullahalazim Bayu! Bangun Bayu, bangun! 

audzubillahiminasyaitonirojim, aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk!"


"Hah hah hah"

Aku terengah-engah, ibu benar-benar datang disaat yang tepat. 


"Makane talah, surup-surup jangan tidur! Sudah berapa kali ibu bilang? Pamali!"


"Hah hah hah."

Aku tak bisa menjawab, masih terengah-engah tak karuan. Dadaku terasa pengap. 


"Sudah, bangun sana. Wudhu terus sholat. Makan mu lo sudah ibu siapkan sampai dingin, seharian kamu cuma makan pagi tok."

Aku langsung memeluk ibu, tiba-tiba aku merasa bersyukur sekali karena masih bisa bertemu dengan ibu. Bagaimana jika kemarin aku tersesat selamanya ditempat menyeramkan itu, apalagi sekarang aku mulai mendapatkannya teror dari mahkluk itu. Maklum yang semula ku pikir baik karena mau membantuku. 


"Lapo seh Yu? Sudah kita sholat jamah saja, hari ini ibu sholat dirumah saja sama kamu, tidak ke mushola."

Aku hanya mengangguk lalu berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan ambil air wudhu.  


***

"Bu, Bayu berangkat dulu ya, minta doanya semoga semua lancar."


"Iyo nak, berangkat selamat pulang selamat. Kerja lancar, bawa uang yang banyak."

Kami tertawa sebelum ibu benar-benar melepasku. 


Dari rumahku ketempat dimana aku akan membawakan acara cukup dekat, mungkin hanya berjarak sekitar satu jam apabila jalanan padat, namun jika lancar hanya akan memakan waktu empat puluh lima menit. 


Baru masuk kedalam  mobil saja entah kenapa aku sudah mulai tak nyaman, ditambah ketika mobil sudah mulai melaju, aku seperti mencium bau kamper. Bahkan aku menyempatkan untuk mampir ke minimarket untuk membeli pengharum mobil, namun tetap saja, bau kamper lebih kuat dari pada parfum mobil yang ku beli. 


***

Meskipun hujan gerimis, namun antusias penonton sangat luar biasa, lapangan itu penuh dengan lautan manusia yang saling berdesakan dan mengikuti lagu-lagu yang sedang dinyanyikan. 


Bahkan saking serunya, aku hingga terbawa suasana  dan ikut membawakan satu buah lagu. Malam ini suasana benar-benar pecah. Tak peduli walaupun hujan mulai bertambah deras. 


Saat break, aku istirahat dibelakang panggung dengan artis-artis yang lain yang sudah aku kenal dengan dekat. Kami bercanda-canda sambil melepas kangen karena ada beberapa yang sudah lama tak bertemu. 


"Kamu dari dulu tetep ya, totalitas Yu, kalau kerja. Walaupun sepi tapi tetep jingkrak-jingkrak, semuangat."


"Heh, sepi gimana to Wuk, lawong rame full orang sampek dusel-duselan kayak gitu kok sepi?"


"Lak sarkas arek iki, yo. Lihaten talah, wong semua pada minggir. Koen tadi iku joget-joget sok seru sendiri, padahal penontone bingung cari tempat ngiyup."

(*mlumpok=berkumpul, ngiyup=berteduh) 

 

Saat itu juga aku langsung naik ke belakang panggung dan mengintip keluar, aku ingin melihat dengan jelas kearah penonton, aku ingin membuktikan bahwa apa yang kulihat tadi adalah benar-benar manusia. Namun benar saja, penonton dibawah sana kebanyakan memilih minggir, dan jumlahnya pun sangat sedikit, mungkin hanya sekitar seratus orang, lebih pun tak banyak. Lantas siapa yang ku lihat tadi? Bukankah tadi lapangan itu benar-benar penuh oleh penonton yang ikut berjingkrak-jingkrak. 


"Heh, nglamon ae. Iku lo penyanyine wes mari nyanyi."

Temanku menepuk pundakku hingga aku tersadar, namun tubuhku meremang. 


Aku naik ke atas panggung, untuk beberapa saat aku masih terpaku. Penonton yang tersisa hanyalah segelintir orang saja. Meski konsentrasi ku pecah, namun demi tanggung jawab pekerjaan, aku harus menyelesaikannya dengan baik. 


Acara hari ini berakhir dengan baik, namun tidak dengan hariku. 


"Mas Bayu, ini jatah nasi kotaknya. Sama ni lo, tak kasih tolak angin."

Baru saja aku turun dari panggung, aku langsung di sodori nasi kotak oleh seorang crew. 


"Loh, kok dua mas? Mentang-mentang sekarang saya gendutan, ngejek yo? Aku masio hujan tetap hangat mas, wong lemak ku tebel. Nggak membutuhkan tolakangin untuk sementara ini. Hahaha..."

Niatku bercanda, tapi jawabannya justru membuatku semakin dicekam ketakutan. 


"Loh, itu yang satu buat asisten ne sampean mas, sama tolakangin ne tolong sampean kasihne dia. Dari tadi diem tok, wajahe pucet. Kayak e sakit mas. Tak kasih makanan malah diem aja nylonong masuk kedalam mobil e sampean."


"Asisten siapa mas?"

Aku kebingungan, perasaanku sudah tak enak, kakiku pun gemetar menahan rasa takut. 


"Yo asisten sampean yang ikut sama sampean tadi, orang baru? Duiem tok mas. Wes sampean langsung pulang saja, kasian kayak e memang lagi sakit."



Posting Komentar