Notification texts go here Contact Us Buy Now!

under header

Postingan

Daerah Adsense

Adit Bro

TUMBAL DARAH PERJAKA 



Pak Juki menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Ia berpikir sejenak, telapak tangan kanannya mengusap-usap bulu-bulu yang tumbuh diantara hidung dan bibirnya.


"Kita sekarang menjadi satu keluarga, Bapak harap tidak ada rahasia antara kita bertiga. Sebaiknya kamu beritahukan rutinitas Bapak setiap malam, kepada suamimu, Arya!"


Akhirnya meluncur juga kalimat yang ditunggu oleh Mala, dari bibir bapaknya itu.


Pak Juki juga menjelaskan bahwa ritual yang ia lakukan satu-satunya jalan untuk kebahagian Mala dan Arya, serta zuriahnya kelak.


****


"Jadi, kamu tidak perlu takut Mas, kalau suatu saat melihat ular di rumah ini," pesan Mala terhadap suaminya, Arya. 


Malam itu Mala menjelaskan ritual Bapaknya yang dilakukan secara rutin. Usai menikah, Mala memanggil Arya, sahabat karibnya sejak kecil yang kini menjadi suaminya dengan sebutan 'Mas', Mas Arya.


"Kita tidak perlu melakukan apa-apa untuk saat ini, hanya saja, Mas harus membiasakan diri mendengarkan suara Bapak yang seperti dalang sedang memainkan wayang," pesannya lagi. 


"Baiklah, aku akan berusaha menyesuaikan diri," jawab Arya seraya tersenyum ke arah istrinya.


Pernikahan Mala dan Arya, pada akhirnya diketahui oleh warga penduduk desa ini, mereka turut berbahagia, wanita cantik itu dipersunting oleh sahabat karibnya sedari kecil.


Kondisi fisik Hendi yang kian memburuk karena penyakit yang di deritanya, mengharuskan ia terbaring di tempat tidurnya. Sesekali Mak Tinah, pelayan di rumah itu membawanya ke halaman rumah, untuk berjemur di pagi hari. Mak Tinah juga yang membantu memapahnya untuk duduk di kursi roda dan mendorongnya.


Sedangkan Nuna, istrinya tak menghiraukan lagi keadaan Hendi saat ini. Salah satu organ tubuhnya yang terletak di dalam rongga perut kanan atas yang bernama hati itu mungkin sedang digadaikan entah di mana.


Dalam kondisi seperti ini, Hendi samar-samar juga mendengar kabar jika Mala, wanita yang pernah bertahta di hatinya itu telah menikah dengan Arya, sahabatnya.


"Kamu layak bahagia, La. Jika kamu bahagia bersama Arya, aku turut bergembira juga," gumannya lirih, seraya menahan rasa nyeri yang teramat sangat di ulu hatinya.


"Kasihan Juraganku ini, andai saja tidak menikahi wanita angkuh itu, kamu pasti bahagia saat ini," batin Mak Tinah merasa trenyuh. Kedua tangannya dengan terampil memijit lembut pundak Hendi yang sedang menikmati sinar mentari pagi.


Kedua telapak tangan Mak Tinah hanya merasakan tulang belulang yang berbalut kulit, ketika memijat majikannya itu. Air mata Mak Tinah menetes, membasahi kedua pipinya. Gegas dengan tangannya ia mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya, yang tak mampu ia tahan.


Sementara Nuna yang mendengar kabar bahwa Mala dan Arya kini telah menjadi pasangan suami istri, hanya bisa menyeringai sinis. Bukan Nuna namanya kalau tidak punya rasa dengki dan tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain.


"Mala, tunggu saja kejutan dariku, hehehehe," sungutnya, seraya terkekeh.

Entah apa yang akan dilakukan oleh istrinya Hendi tersebut.


"Sera ... !"


"Keluarin sepeda motor dong! Buruan!" Teriak Nuna sambil melangkah ke kamar belakang di mana Sera dan ibunya tidur.


"I-iya, mau ke mana sih?" Jawabnya, kedua tangannya terlihat sibuk mengikat rambutnya yang tergerai acak-acakan.


"Udah! Pokoknya keluarin aja, kamu ikut aku!" Perintah Nuna kemudian.


Setelah menutup pintu pagar gerbang rumah Nuna, Sera segera menghidupkan motor automatik tersebut.


"Ke arah sana," perintah Nuna. Jari telunjuk tangan kanannya menunjuk ke jalan arah rumah Mala.


"Ehh, puter balik aja, Ser," perintahnya lagi secara mendadak.


Baru setengah perjalanan Nuna menyuruh Sera berbalik arah. 


"Hihhh! Gag jadi deh," batin Nuna kemudian. Tiba-tiba ia bergidik, ngeri. Masih teringat dengan jelas di memorinya, beberapa waktu lalu, ia melihat seekor ular besar yang tiba-tiba muncul di belakang Mala. Kedua matanya merah, menatap nyalang ke arahnya, seolah-olah hendak menelannya hidup-hidup detik itu juga. Mengingat hal itu nyalinya mendadak ciut dan mengurungkan niatnya untuk mendatangi Mala.


Meskipun merasa heran dengan sikap Nuna, namun Sera menurut saja terhadap perintah teman sekaligus majikannya itu. Ia memutar balik, mengarahkan laju sepeda motornya kembali ke rumah Nuna.


"Apa Mala memelihara siluman ya sekarang? Memang siluman bisa dipelihara? Kalau seandainya bisa, nanti aku akan minta sama ibu, bila perlu siluman yang lebih besar dari pada siluman kepunyaan Mala,"  guman Nuna dalam hati.


****


Terdengar suara laki-laki seperti dalang yang sedang memainkan wayang-wayangnya. Arya menajamkan pendengarannya dengan seksama. Suasana malam hari yang sunyi membuat pendengaran lelaki yang kini menjadi suami Mala itu menjadi lebih sensitif.


"Ya! Tidak salah lagi, itu suara bapak mertuaku," batinnya.


Arya melirik Mala, wanita cantik yang kini menjadi pasangan hidupnya itu telah tertidur. Suara nafasnya halus, naik turun secara teratur. Ia membenarkan kain selimut yang menutupi sebagian tubuh istrinya itu.


Perlahan-lahan Arya melangkahkan kakinya menuju ke luar rumah. Suara bapak mertuanya terdengar makin jelas saat ia melewati ruangan di mana Pak Juki tidur dan melakukan ritualnya.


Suara desisan binatang melata, bertubuh bulat tanpa kaki, dan berisik makin jelas terdengar di telinga Arya.


"Sepertinya ular-ular itu jumlahnya banyak," batinnya.


Arya kembali mengayunkan kedua kakinya menuju ke arah pintu belakang. Di bukanya perlahan daun pintu dari bilih batang bambu yang mulai rapuh di beberapa bagiannya.


"Kriett."


Suara daun pintu berderit pelan saat Arya berhasil membukanya.


"Kapan-kapan aku akan perbaiki rumah ini, agar lebih layak untuk dihuni," guman Arya dalam hatinya.


Ia keluar rumah tanpa hambatan, kemudian kembali melangkahkan kakinya ke samping, ke arah bilik di mana bapak mertuanya biasa tidur.


Suara pohon bambu yang tertiup angin di ujung jalan terdengar keriang-keriut memecahkan keheningan malam itu. Angin dingin mendesau menerpa wajah Arya dan mengacak-acak rambut ikalnya.


"Aneh! Suara Bapak tak terdengar di luar sini. Seperti tidak ada aktivitas apa pun malam ini," guman Arya dalam hati.


"Berarti orang-orang tidak akan curiga jika Bapak melakukan ritual tiap malam?"


"Hemmh," guman Arya kemudian.


Arya merasa lega, kekhawatirannya tentang ritual bapak mertuanya yang akan menjadi gunjingan warga, tak akan terjadi, karena suara Pak Juki saat melakukan ritual ternyata tidak terdengar dari luar rumah.


"Wrebekk, wrebekk, wrebekk ...."


"Huff."


Suara katak yang menguak, mengejutkan Arya. Tanpa sadar ia terlonjak mundur satu langkah.


Arya memutar kedua bola matanya, menengok ke sekeliling tempatnya berdiri. Senyap! 


"Gaok, gaok, gaok."


Suara burung gagak yang menggaok, terbang melintasi atap rumah bapak mertuanya, membuat bulu kuduk Arya tiba-tiba berdiri. Hawa dingin seolah menyelusup ke dalam tulang di tubuhnya.


"Sebaiknya aku lekas kembali ke bilik, sebelum Mala mengetahui aku tak ada di sisinya," gumannya seraya hendak memutar tubuhnya.


Namun sebelum Arya membalikkan badannya, satu telapak tangan menepuk pundaknya.


"Si-siapakah kamu?"


Arya memberanikan diri bertanya, tanpa melihat ke arah belakang. Deru nafasnya memburu, rasa takut pelan-pelan menyelimuti dirinya.



Posting Komentar

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.